Rabu 17 Nov 2021 05:30 WIB

Menilik Akar Sejarah Islamofobia di Barat

Islam dan Muslim memiliki hubungan historis dengan Barat.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Islamofobia (ilustrasi)
Foto: avizora.com
Islamofobia (ilustrasi)

IHRAM.CO.ID, ANKARA -- Penulis Tharik Hussain membahas bagaimana perjalanannya ke Balkan untuk menyoroti isu-isu seperti identitas dan kepemilikan, akar Islamofobia, dan ketakutan Eropa terhadap 'Turki'. Jejak penjelajah Ottoman abad ke-17, Evliya Celebi, telah dilacak kembali oleh penulis perjalanan dan penulis Tharik Hussain dalam buku barunya, Minarets in the Mountains.

Hal itu dibahas oleh Nadia Khan, sejarawan dan penulis sekaligus pendiri Golden Threads, dalam sebuah tulisan kolomnya yang dimuat di laman TRT World. Nadia menjelaskan, buku 'Minarets in The Mountains' itu menghidupkan kisah Muslim Eropa yang jarang diceritakan dan menggali sejarah hidup orang-orang Balkan serta warisan dan budaya Muslim Ottoman yang berusia 600 tahun.

Baca Juga

"Saat kita melakukan perjalanan melalui Bulan Kesadaran Islamofobia pada bulan November ini, dan merenungkan kebencian, pengucilan, kesalahpahaman, dan penggambaran yang salah terhadap Muslim dari semua latar belakang ras dan etnis, kisah tentang Muslim berambut pirang, bermata biru, dan kulit putih asli Eropa ini memberikan banyak bahan pemikiran tentang sifat retorika anti-Muslim dari masa lalu hingga saat ini," ujar dia.

Seperti yang disoroti Tharik, Islam dan Muslim memiliki hubungan historis dengan Eropa, tetapi kontribusi mereka terhadap dunia Barat diabaikan atau diabaikan oleh narasi sejarah dan wacana masa kini. "Bagi Muslim di Barat, kami sering merasa seperti berada di bawah semacam serangan. Kami dibuat merasa seperti kami tidak pantas berada di sini, tetapi untuk mengetahui bahwa kami memiliki warisan yang berusia 14 abad, rasanya hampir kriminal," kata Tharik.

 

Akar Islamofobia sangat dalam, dan seperti yang ditunjukkan Tharik dalam bukunya, Islamofobia memiliki akar sejarah. Meskipun Muslim di Eropa memiliki akar etnis yang sama dengan tetangga Kristen mereka, mereka masih dipandang sebagai 'yang lain'. Ada keengganan untuk mengakui Balkan sebagai bagian dari Eropa, namun mudah untuk menerima Yunani, padahal secara geografis itu adalah bagian dari Balkan juga.

"Itu karena Eropa Barat menganggap warisan Yunani dan Hellenic sebagai dasar peradaban Barat. Mereka menginginkan Plato, mereka menginginkan Aristoteles, mereka menginginkan Hippocrates tetapi mereka tidak begitu tertarik pada Sultan Suleiman atau Mehmed Sokollu Pasha," kata Tharik.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement