Kamis 21 Jul 2022 00:00 WIB

Menjadi Warga Digital Pancasilais, Landasan Berbudaya di Internet

Tantangan era digital bagi masyarakat Indonesia salah satunya kehilangan jati diri bangsa seperti yang terkandung dalam Pancasila saat berinteraksi.

Rep: wartaekonomi.co.id/ Red: wartaekonomi.co.id
Internet (KSDI)
Foto: Warta ekonomi
Internet (KSDI)

Di era digital seperti saat ini, masyarakat mengalami kekhawatiran kehilangan budaya bangsa seperti Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berinternet dan bermedia sosial saat berinteraksi dengan sesama.

Menurut data We Are Social dan HootSuit mengenai tren penggunaan internet dan media sosial rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu 8 jam per hari di ruang digital. Pengguna internet juga terus bertambah seiring digitalisasi yang tak terbendung. Kini sudah ada 204,7 juta orang memakai internet dengan 170 juta di antaranya aktif di media sosial. 

"Bisa dikatakan sepertiga hidup kita dihabiskan dengan berinternet," ujar Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Swiss German University, Loina Lalolo Krina saat webinar Makin Cakap Digital 2022 untuk kelompok komunitas dan masyarakat di Kabupaten Madiun Jawa Timur pada Senin (18/7/2022), dalam keterangan tertulis yang diterima. 

Baca Juga: Digitalisasi Administrasi Pajak Ditargetkan Dapat Diterapkan Penuh 2024

Bukan hanya sebagai pengguna saja, masyarakat yang kini menjadi warga digital memerlukan keterampilan teknis untuk mengakses medium-medium penunjang komunikasi dan keterampilan berpikir kritis dalam mengelola informasi. Karena itu kecakapan digital memang perlu untuk setiap warga digital. 

Sebab, dampak dari rendahnya pemahaman akan budaya bermedia digital membuat pengguna tidak mampu memahami batasan kebebasan berekspresi dengan perundungan siber, ujaran kebencian, pencemaran nama baik, atau provokasi. Selain itu, diikuti ketidakmampuan individu membedakan keterbukaan informasi publik dengan pelanggaran privasi di ruang digital. 

Budaya digital sendiri, kata Loina, adalah kemampuan individu untuk membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila, dan Bhineka Tungga Ika. Sementara kompetensi dalam pemahaman budaya digital, individu perlu mengetahui pengetahuan dasar akan nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tungga Ika, agar bisa menjadi pelaku digitalisasi kebudayaan melalui Teknologi Informasi Komputer (TIK).

Baca Juga: Tidak Ada Rumus untuk Viral

Sebagai respons untuk menanggapi perkembangan TIK ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi melakukan kolaborasi dan mencanangkan program Indonesia Makin Cakap Digital. Program ini didasarkan pada empat pilar utama literasi digital yakni Kemampuan Digital, Etika Digital, Budaya Digital, dan Keamanan Digital. Melalui program ini, 50 juta masyarakat ditargetkan akan mendapat literasi digital pada tahun 2024.

Webinar #MakinCakapDigital 2022 untuk kelompok komunitas dan masyarakat di wilayah Kabupaten Madiun, Jawa Timur merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siber Kreasi. 

Kali ini hadir pembicara-pembicara yang ahli di bidangnya untuk berbagi terkait budaya digital antara lain Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Swiss German University, Loina Lalolo Krina. CEO Digiprener dan Kabag Komunikasi RTIK Kabupaten Sidoarjo, Abdul Hamid Hasan, serta mengundang seorang Key Opinion Leader (KOL) Fanny Fabriana. Untuk informasi lebih lanjut mengenai program Makin Cakap Digital hubungi info.literasidigital.id dan cari tahu lewat akun media sosial Siberkreasi.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement