Sebagai warga negara yang baik, taat membayar dan paham ketentuan pajak sudah menjadi kewajiban bersama. Dari berbagai jenis pajak yang dibebankan kepada warga negara hingga penghasilan yang diterima perorangan maupun perusahaan, termasuk objek pajak yang akan dikenakan pajak penghasilan (PPh).
Sesuai dengan undang-undang, pajak penghasilan dibagi menjadi PPh Pasal 21, 22, 23, 24, dan 25. Ulasan ini akan membahas mengenai segala hal terkait PPh Pasal 23, termasuk tarif dan perhitungannya.
Baca Juga: PPh Pasal 21: Apa itu & Cara Menghitungnya
Penjelasan PPh Pasal 23
PPh Pasal 23
Mengutip dari situs pajak.go.id, pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Biasanya PPh Pasal 23 dikenakan saat adanya transaksi di antara dua pihak.
- Pihak yang berlaku sebagai penjual atau pemberi jasa atau penerima penghasilan akan dikenakan PPh Pasal 23.
- Pihak yang berlaku sebagai pembeli atau penerima jasa atau pemberi penghasilan akan memotong dan melaporkannya ke kantor pajak.
Siapakah yang berhak memotong PPh Pasal 23 dan pihak penerima penghasilan yang terkena potongan PPh Pasal 23?
Untuk mengetahui siapa saja yang berhak memotong PPh Pasal 23 dan pihak penerima penghasilan yang terkena potongan PPh 23, kamu bisa melihat daftar di bawah ini.
1. Pemotong PPh Pasal 23
- Badan pemerintah.
- Subjek pajak badan dalam negeri.
- Penyelenggaraan kegiatan.
- Bentuk Usaha Tetap (BUT).
- Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
- Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan KEP-50/PJ/1994, di antaranya:
- Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kecuali camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas.
- Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa.
- Wajib pajak orang pribadi ini hanya melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas sewa selain tanah dan bangunan saja.
2. Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
- Wajib Pajak (WP) dalam negeri dalam hal ini bisa orang pribadi atau badan.
- Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Dari daftar di atas, sudah diketahui siapa yang diperbolehkan melakukan pemotongan terhadap PPh Pasal 23 dan siapa saja yang harus terkena pemotongan pajak penghasilan PPh 23. Kemudian penghasilan apa saja yang akan dikenakan PPh Pasal 23?
Jenis Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 23
Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 23
Secara umum, hampir semua penghasilan bisa dikenakan ketentuan PPh Pasal 23. Rincian detailnya bisa dilihat di bawah ini.
- Dividen.
- Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang.
- Royalti.
- Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan (PPh), yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri orang pribadi yang berasal dari penyelenggara kegiatan sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
- Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
- Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh.
Jenis Penghasilan yang Dikecualikan PPh Pasal 23
Penghasilan yang Dikecualikan dari PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 juga mengatur beberapa penghasilan yang tidak dikenakan pajak dengan rincian daftar berikut ini:
- Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.
- Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi.
- Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, dan BUMN/BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia dengan syarat:
- Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
- Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.
- Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
- Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi yang dibayarkan koperasi kepada anggotanya.
- Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.
Setelah mengetahui penghasilan apa saja yang bisa dikenakan PPh Pasal 23, kamu juga harus memahami berapa tarif yang dikenakan kepada Wajib Pajak. Berikut ini penjelasannya.
Baca Juga: 3 Aturan Pajak Berubah, Lapor SPT Pajak Tahunan Makin Mudah
Tarif dan Objek PPh Pasal 23
Tarif dan Objek Pajak PPh Pasal 23
Tarif dari pajak penghasilan (PPh Pasal 23) dikenakan atas Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Di dalam PPh Pasal 23, terdapat dua jenis tarif yang diberlakukan, yaitu 15% dan 2% tergantung dari objek pajaknya. Di bawah ini adalah tarif dan objek pajak yang terkena PPh Pasal 23 yang berlaku di Indonesia.
No
|
Uraian
|
Tarif x DPP
|
---|---|---|
1
|
Dividen
(Termasuk pengertian dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis)
Tidak termasuk Dividen yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 adalah:
|
15% x jumlah bruto
Jika penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, maka tarif pemotongan menjadi 100% lebih tinggi.
sejak 1 Januari 2009
Disetor dengan SSP paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
KAP: 411124
KJS: 101
Dilaporkan oleh Pemotong dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
|
2
|
Bunga
Tidak termasuk pengertian Bunga yang dipotong PPh Pasal 23 adalah:
|
15% x jumlah bruto
Jika penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, maka tarif pemotongan menjadi 100% lebih tinggi.
sejak 1 Januari 2009
Disetor dengan SSP paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
KAP: 411124
KJS: 102
Dilaporkan oleh Pemotong dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
|
3
|
Royalti
|
15% x jumlah bruto
Jika penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, maka tarif pemotongan menjadi 100% lebih tinggi.
sejak 1 Januari 2009
Disetor dengan SSP paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
KAP: 411124
KJS: 103
Dilaporkan oleh Pemotong dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
|
4
|
Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21ayat (1) huruf e.
Tidak termasuk Hadiah dan Penghargaan yang dipotong PPh Pasal 23 adalah:
|
15% x jumlah bruto
Jika penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, maka tarif pemotongan menjadi 100% lebih tinggi.
sejak 1 Januari 2009
Disetor dengan SSP paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
KAP: 411124
KJS: 100
Dilaporkan oleh Pemotong dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
|
5
|
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali yang telah dikenakan PPh Pasal 4(2).
Tidak termasuk sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang dipotong PPh Pasal 23 adalah:
|
2% x jumlah bruto
Jika penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, maka tarif pemotongan menjadi 100% lebih tinggi.
sejak 1 Januari 2009
Disetor dengan SSP paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
KAP: 411124
KJS: 100
Dilaporkan oleh Pemotong dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
|
6
|
Jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Untuk Jasa Konstruksi mulai dari 1 Januari 2008 pemotongan PPh Pasal 4(2)
|
2% x jumlah bruto
Jika penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, maka tarif pemotongan menjadi 100% lebih tinggi.
sejak 1 Januari 2009
Disetor dengan SSP paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
KAP: 411124
KJS: 104
Dilaporkan oleh Pemotong dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
|
Sumber: www.pajak.go.id
Perhitungan PPh Pasal 23
Perhitungan PPh Pasal 23
Untuk memahami lebih mudah tentang bagaimana perhitungan PPh Pasal 23, ilustrasi di bawah ini akan menjelaskannya kepadamu. Penghitungan PPh Pasal 23 menggunakan tarif dikalikan dengan jumlah bruto.
PT Insan Media Print adalah perusahaan yang bergerak di bidang penerbitan buku dan percetakan. Perusahaan ini melakukan sejumlah pembayaran yang terkait dengan PPh Pasal 23 kepada beberapa pihak dengan rincian:
1. Pembayaran terhadap royalti tiga orang penulis: Damayanti dengan NPWP 01.444.888.2.987.000, Nurmadina NPWP 01.888.555.2.456.000, dan Azzahra yang belum memiliki NPWP. Royalti yang diberikan kepada Damayanti sebesar Rp25.000.000. Royalti untuk Nurmadina sebesar Rp10.000.000, dan royalti untuk Azzahra sebesar Rp5.000.000.
2. Pembayaran bunga pinjaman kepada BRI dengan NPWP 03.111.222.2.541.000 untuk bulan September sebesar Rp1.500.000.
Jadi, perhitungan pajak penghasilan (PPh Pasal 23) untuk PT Insan Media Print adalah sebagai berikut:
1. Untuk pembayaran royalti kepada penulis:
- Damayanti 15% x Rp25.000.000 = Rp3.750.000
- Nurmadina 15% x Rp10.000.000 = Rp1.500.000
- Azzahra 15% x Rp5.000.000 = Rp750.000
- Karena Azzahra masih belum memiliki NPWP, maka dikenakan tambahan PPh sebesar 100% dengan nominal = 100% x Rp750.000 = Rp750.000
- Dengan demikian, Azzahra akan terkena pemotongan sebesar Rp750.000 + Rp750.000 = Rp1.500.000. Setelah melakukan pemotongan PPh Pasal 23, penulis akan mendapatkan hasil bukti pemotongan.
2. Untuk pembayaran atas bunga pinjaman pada BRI, tidak dikenakan PPh Pasal 23. Sebab termasuk penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada bank dan merupakan pengecualian terhadap PPh Pasal 23.
Ketentuan Tambahan yang Mengatur tentang PPh Pasal 23
Ketentuan Tambahan yang Mengatur PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 juga mengatur beberapa hal lain yang bisa menjadi referensimu dalam melakukan pembayaran pajak.
-
Pembayaran PPh Pasal 23
Pembayaran yang dilakukan pihak pemotong bisa dilakukan dengan cara membuat ID Billing terlebih dahulu untuk kemudian membayarnya melalui bank yang telah disetujui Kementerian Keuangan. Sementara jatuh temponya adalah tanggal 10, satu bulan setelah bulan terutang PPh Pasal 23.
-
Bukti Potong PPh Pasal 23
Sebagai bukti bahwa PPh Pasal 23 sudah dipotong, pihak pemotong wajib memberikan bukti potong (rangkap pertama) yang sudah dilengkapi pihak yang dikenakan pajak tersebut. Kemudian, bukti potong (rangkap kedua) pada saat melakukan e-Filing pajak PPh 23.
-
Pelaporan PPh Pasal 23
Pelaporan dilakukan pihak pemotong dengan cara mengisi SPT Masa PPh Pasal 23. Lalu bisa melaporkannya melalui fitur lapor pajak online. Jatuh tempo pelaporan adalah tanggal 20, sebulan setelah bulan terutang PPh Pasal 23.
Penting Bagi Penyedia dan Pembeli Jasa Mengetahui PPh Pasal 23
Dengan memahami ketentuan PPh Pasal 23 di atas, pemahamanmu tentang segala hal terkait pajak yang berasal dari modal, penyerahan jasa, hadiah, dan penghargaan akan semakin lengkap. Selama ini yang umum diketahui adalah PPh Pasal 21 sebagai pajak yang dikenakan.
Karena itu, ketentuan PPh Pasal 23 penting untuk diketahui. Sebab pajak penghasilan ini berlaku untuk kamu sebagai penyedia jasa atau sebagai pembeli jasa. Jika ingin mengetahui informasi lebih lanjut mengenai PPh Pasal 23, kamu dapat mengunjungi website resmi DJP.
Baca Juga: Pajak Penghasilan PPh Terbaru: Tarif dan Cara Menghitungnya