Dalam konteks syariah (hukum Islam) memakan riba termasuk salah satu dosa besar. Namun pada praktiknya masih banyak masyarakat yang bingung dengan praktik riba tersebut dalam kehidupan sehari-hari khususnya yang terkait dengan transaksi perbankan. Riba secara bahasa bermakna tambahan atau meminta kelebihan uang dari nilai awal.
Secara lebih spesifik lagi riba adalah meminta tambahan uang dari pinjaman awal baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam yang bertentangan dengan prinsip syariah Islam. Dalam hal ini pinjam meminjam atau jual beli tersebut masuk kategori transaksi yang haram.
Misalnya si A memberi pinjaman kepada si B, dengan syarat si B harus mengembalikan uang pokok pinjaman beserta sekian persen tambahannya.
Macam-Macam Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi 2, yaitu riba utang piutang (untuk transaksi pinjam meminjam) dan riba jual beli.
1. Riba dalam Transaksi Utang Piutang
Ada dua macam riba dalam transaksi utang piutang
- Riba Qardh, yaitu sejumlah kelebihan tertentu yang diminta oleh pihak yang memberi utang terhadap yang berutang saat mengembalikannya. Misalnya si A bersedia meminjamkan si B uang sebesar Rp300 ribu, asalkan si B bersedia mengembalikannya sebesar Rp325 ribu.
- Riba Jahiliyah, yaitu utang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya tepat waktu. Misalnya si A meminjam Rp1 juta kepada si B dengan janji waktu setahun pengembalian utangnya. Setelah jatuh temponya, si A belum bisa mengembalikan utangnya kepada si B. Maka B mau menambah jangka waktu pengembalian utang, asalkan si A bersedia memberi tambahan dalam pembayaran utangnya. Sehingga tanggungan utang si A menjadi berlipat ganda.
2. Riba dalam Transaksi Jual Beli
Dalam transaksi jual beli, ada dua macam riba:
- Riba Fadhl, yaitu jual beli dengan cara tukar barang sejenis namun dengan kadar atau takaran yang berbeda untuk tujuan mencari keuntungan. Misalnya cincin emas 24 karat seberat 5 gram ditukar dengan emas 24 karat namun seberat 4 gram. Kelebihannya itulah yang termasuk riba.
- Riba Nasi’ah, (riba karena adanya penundaan). Riba nasi’ah adalah riba yang terjadi karena adanya pembayaran yang tertunda pada transaksi jual beli dengan tukar menukar barang baik untuk satu jenis atau berlainan jenis dengan menunda penyerahan salah satu barang yang dipertukarkan atau kedua-duanya. Misalnya membeli buah-buahan yang masih kecil-kecil di pohonnya, kemudian diserahkan setelah buah-buahan tersebut besar atau layak dipetik.
Apakah Bunga Bank Termasuk Riba?
Disadari atau tidak, praktik riba banyak terdapat dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya yang terkait dengan bunga bank. Bunga bank adalah keuntungan yang diambil oleh bank dan biasanya di tetapkan dalam bentuk persentase seperti 5% atau 10% dalam jangka waktu bulanan atau tahunan terhitung dari jumlah pinjaman yang diambil nasabah.
Bunga bank digunakan oleh bank-bank konvensional sedangkan bank syariah biasanya menggunakan istilah margin keuntungan. Bagi bank konvensional, bunga bank menjadi tulang punggung untuk menanggung biaya operasional dan menarik keuntungan. Selain itu bunga bank memiliki beberapa manfaat bagi bank dan nasabah seperti berikut ini:
- Bunga pinjaman merupakan balas jasa yang diberikan nasabah kepada bank atas produk bank yang dibeli nasabah,
- Bunga simpanan adalah harga yang harus dibayar bank kepada nasabah (yang memiliki simpanan), selain itu bunga juga merupakan harga yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (bagi nasabah yang memperoleh pinjaman),
Macam-Macam Bunga Bank:
Dalam perbankan ada 2 macam bunga yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya, yaitu:
- Bunga Simpanan, yaitu bunga yang diberikan sebagai balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Contohnya adalah bunga tabungan dan bunga deposito.
- Bunga Pinjaman, yaitu bunga yang dibebankan kepada nasabah oleh bank khusus untuk nasabah yang memiliki pinjaman di bank, contohnya adalah bunga kredit.
Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank konvensional. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman saling mempengaruhi satu sama lainnya. Ketika bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman ikut naik dan demikian pula sebaliknya.
Bunga bank termasuk riba, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran Islam. Riba bisa saja terjadi pada pinjaman yang bersifat konsumtif, maupun pinjaman yang bersifat produktif. Dan pada hakikatnya riba dalam bunga bank memberatkan peminjam.
Baca Juga: Memahami Dana Hibah, Aturan dan Mekanismenya
Pendapat Ulama tentang Bunga dan Riba
Berikut ini kami sampaikan beberapa pendapat ulama mengenai bunga bank tersebut menurut syariah Islam:
1. Majelis Tarjih Muhammadiyah
Menurut lembaga ini, hukum tentang bunga bank dan riba dijelaskan sebagai berikut:
- Riba hukumnya haram dengan nash sharih Al-Qur’an dan As-Sunnah,
- Bank dengan sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal
- Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara musytabihat (masih samar-samar, belum jelas hukumnya sehingga butuh penelitian lebih lanjut)
2. Lajnah Bahsul Masa’il Nahdhatul Ulama
Menurut lembaga yang berfungsi dalam memberikan fatwa atas permasalahan umat ini, hukum bank dengan praktek bunga di dalamnya sama seperti hukum gadai. Terdapat 3 pendapat ulama sehubungan dengan masalah ini yaitu:
- Haram, sebab termasuk utang yang dipungut rentenir,
- Halal, sebab tidak ada syarat pada waktu akad atau perjanjian kredit
- Syubhat (tidak tentu halal haramnya), sebab para ahli hukum berselisih pendapat tentangnya.
Meskipun ada perbedaan pandangan, Lajnah memutuskan bahwa pilihan yang lebih berhati-hati ialah pendapat pertama, yakni menyebut bunga bank adalah haram.
Untuk menghindari praktek riba pada bunga bank konvensional maka saat ini di Indonesia sudah mulai banyak Bank Syariah sebagai pilihan umat Islam untuk bertransasksi seusai syariah Islam.
Pada praktiknya, sebagai pengganti sistem bunga tersebut, maka bank Islam menggunakan berbagai macam cara yang digunakan dalam akad kredit dan tentunya bersih dan terhindar dari hal-hal yang mengandung unsur riba. Diantaranya sebagai berikut:
- Wadiah, yaitu titipan uang, barang, dan surat berharga atau deposito,
- Mudharabah, yaitu kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana atas dasar perjanjian profit and loss sharing
- Musyarakah, yaitu persekutuhan, kedua belah pihak yang berpartisipasi mengelola usaha patungan ini dan menanggung untung ruginya bersama atas dasar perjanjian tersebut.
- Murabahah, yaitu jual beli barang dengan tambahan harga (margin keuntungan) atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur.
- Qardh Hasan, yaitu pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik, terutama nasabah yang punya deposito di bank Islam.
Bank Islam juga menggunakan modal yang terkumpul untuk investasi langsung dalam berbagai bidang usaha yang menguntungkan. Sistem investasi ini biasanya menggunakan imbal balik dalam bentuk bagi hasil sebagai pengganti praktek bunga bank yang selama ini terjadi.
Berikut ini perbedaan prinsip sistem bunga dan bagi hasil tersebut:
Perbedaan Bunga Bank dan Bagi Hasil
Sistem Bunga |
Sistem Bagi Hasil
|
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
|
Penentuan besarnya nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi
|
Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah modal yang dipinjamkan
|
Besarnya nisbah bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
|
Pembayaran bunga seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan nasabah untung atau rugi
|
Tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama kedua belah pihak.
|
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat
|
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
|
Eksistensi bunga diragukan oleh beberapa kalangan
|
Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
|
Baca Juga: Bank Syariah: Prinsip yang Diamalkan dan Manfaat yang Didapat
Dampak Akibat Praktik Riba
Riba termasuk dosa dan dilarang dalam praktiknya, karena riba bisa memberikan dampak negatif sebagai berikut:
- Menyebabkan pemerasan si Kaya terhadap si Miskin, sehingga menjadikan si Kaya semakin berjaya dan si Miskin tambah sengsara,
- Menyebabkan kebangkrutan usaha bila tidak disalurkan pada kegiatan yang produktif,
- Menyebabkan kesenjangan ekonomi, yang dapat mengakibatkan kekacauan sosial.
Hindari Praktik Riba
Uraian mengenai Riba dan Bunga Bank di atas diharapkan bisa memberikan pencerahan bagi nasabah bank yang ingin mendapatkan solusi keuangan sesuai dengan syariah Islam. Sebagai kaum muslim sebaiknya kita hindari praktik Riba yang tidak sesuai syariat dan menggunakan Bank Syariah yang sesuai syariat. Karena syariah yang menggunakan sistem bagi hasil lebih memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak dan yang pasti halal.
Baca Juga: Halal dan Budget Rendah, Beginilah Cara Kerja Investasi Syariah