Kamis 14 Jul 2022 16:00 WIB

Darurat Sampah, Sekolah Muhammadiyah Harus Menjadi Contoh Pendidikan Ekologi - Suara Muhammadiyah

Darurat Sampah, Sekolah Muhammadiyah...

Rep: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)/ Red: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)
Darurat Sampah, Sekolah Muhammadiyah Harus Menjadi Contoh Pendidikan Ekologi - Suara Muhammadiyah
Foto: suara muhammadiyah
Darurat Sampah, Sekolah Muhammadiyah Harus Menjadi Contoh Pendidikan Ekologi - Suara Muhammadiyah

Darurat Sampah, Sekolah Muhammadiyah Harus Menjadi Contoh Pendidikan Ekologi

Oleh: Riza A. Novanto, MPd

Sampah telah menjadi permasalahan global termasuk Indonesia. Berdasarkan data Indonesia National Plastic Action Partneship yang dirilis April 2020, sebanyak 67,2 juta ton sampah Indonesia masih menumpuk setiap tahunnya, dan 9 persennya atau sekitar 620 ribu ton masuk ke sungai, danau dan laut. Hal ini tentu menjadi kerpihatinan kita dalam permasalahan sampah yang semakin kompleks.

Sebagai penduduk yang mayoritas muslim tentu hal tersebut perlu menjadi instropeksi bersama. Hubungan manusia dan lingkungan dilihat sebagai bagian dari hubungan interaktif antara semua ciptaan Allah yang dibentuk berdasarkan prinsip berserah diri kepada Tuhan yang sama, di mana kesadaran manusia akan kehadiran Allah harus dibuktikan melalui perbuatan nyata dalam hubungannya dengan sesama manusia dan alam sekitar.

Oleh karena itu, aspek ini mutlak dibutuhkan bagi setiap manusia dalam tujuannya untuk menjadi manusia yang sempurna, atau dengan kata lain jika manusia ingin mencapai predikat “insan kamil”, maka ia perlu membekali diri dengan Iman, Islam, dan Ihsan secara kaffah serta berusaha menguatkan hubungan mereka baik dengan Allah, sesama manusia, maupun alam sekitar secara sholih, seimbang, dan dialektis.

Hal demikian tentu didasarkan pada fungsi manusia sesuai pesan yang terdapat dalam Al-Quran, yakni selain fungsinya sebagai hamba Allah, manusia juga diamanati Allah sebagai khalifah fil ardhi (wakil Allah dalam mengelola bumi) yang terdapat dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 30:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُواْ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاء وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 30).

Prinsip-prinsip inilah yang akan mengantarkan manusia pada predikat insan kamil, atau manusia yang sempurna.

Dalam konteks Agama Islam, pengembangan kesadaran pelestarian lingkungan alam mempunyai pijakan yang amat kuat dalam kitab suci Al-Quran dan Hadits. Pondasi bagi pelestarian lingkungan dalam Al-Qur’an tidak hanya berupa ayat-ayat yang mengandung larangan perusakan terhadap alam, namun lebih dari itu yaitu sampai menyentuh pada dimensi keimanan seorang individu. Alam semesta merupakan manifestasi Tuhan yang dengan memahaminya bisa mengantarkan manusia untuk sampai kepada-Nya.

Pendidikan ekologi dalam Islam yang berlandaskan Al-Qur’an, sangat penting dilakukan sehingga norma, nilai, dan etika lingkungan yang ekosentrisme akan tertanam pada diri manusia. Hal ini pada akhirnya menimbulkan kesadaran akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup terutama di Indonesia. Maka pendidikan ini sangat penting dilakukan sedini mungkin baik secra formal maupun non formal.

Persoalan kesadaran adalah persoalan etika. Etika tidak bisa terbentuk dengan sendirinya tanpa adanya didikan dan arahan, maka orang yang memilik harta berlebih, orang yang berpendidikan tinggi belum tentu ia sadar akan menjaga lingkungan, begitupun sebaliknya.

Persyarikatan Muhammadiyah memiliki banyak amal usaha dibidang pendidikan, mulai dari pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi. Dengan banyaknya jumlah tersebut tentu sangat berpotensi untuk menjadi pelopol dan penggerak dalam mengimplementasikan pendidikan ekologi. Sebagai sekolah berbasis Islam tentu harus menjadi contoh dalam penerapan pendidikan ekologi sebagai bentuk ikhtiar dalam menyadarkan masyarakat pentingnya menjaga lingkungan.

Hal ini juga dalam rangka dakwah bahwa sebagai manusia harus bisa menjaga dan melestarikan lingkungan seperti yang sudah dipaparkan diatas. Apalagi dengan adanya program sekolah penggerak akan lebih mempermudah dalam mengimplementasikan pendidikan ekologi. Ditambah lagi sekolah Muhammadiyah se-Indonesia juga sudah banyak yang terpilih menjadi sekolah penggerak yang bisa menjadi pilot projek dalam gerakan ini.

Selain sekolah penggerak, ada juga program guru penggerak. Program guru penggerak merupakan bagian dari kebijakan merdeka belajar harus menjadi agen perubahan dalam dunia pendidikan. Sebab guru penggerak telah dirancang untuk membentuk agen perubahan dalam sistem pendidikan serta dituntut untuk menghadirkan terobosan dan inovasi baru dalam mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.

Persoalan sampah bukan persoalan yang sepele sehingga membuthkan banyak pihak untuk menyelesaikan persoalan termasuk sekolah Muhammadiyah. Langkah yang perlu dilakukan ialah dengan pengolahan sampah, baik sampah organik maupun non organik. Sekolah Muhammadiyah melalui guru perlu mengajarkan hal tersebut kepada para peserta didik. Misalnya dengan cara praktek pengolahan sampah dengan cara pembuatan biopori, membuat karya dari sampah plastik dan lain sebagainya.

Cara tersebut memang sudah banyak dipraktekkan di sekolah-sekolah bahkan Ibu-Ibu PKK juga turut serta mengadakan berbagai pelatihan dalam pengolahan sampah. Permasalahannya ialah kurangnya penekanan dan kesadaran bersama serta kurangnya komitmen pasca diselenggarakannya pelatihan, workshop dan lain sebagainya. Maka dari itu disinilah peran penting sekolah Muhammadiyah untuk menjadi pelopor dan penggerak, baik pada peserta didik maupun pada jamaah pengajian, dll. Dengan demikian permasalahan lingkungan menjadi problem yang cukup krusial.

Riza A. Novanto, M.Pd, Pemerhati Pendidikan, Sekretaris Bidang Kominfo dan Telekomunikasi PWPM Jateng

 

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan suaramuhammadiyah.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab suaramuhammadiyah.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement