Ahad 12 May 2024 00:00 WIB

Housing Bubble, Fenomena Dunia Properti yang Krusial Dipahami Para Investor

Penjelasan lengkap tentang housing bubble, yang wajib dipahami oleh investor dan calon pembeli properti, termasuk penjelasan tentang konsepnya, tanda-tanda, penyebab, dan dampaknya.

Rep: cermati.com/ Red: cermati.com
Cermati
Foto: Cermati
Cermati

Tak dapat dipungkiri jika hingga saat ini, properti masih menjadi instrumen investasi yang digandrungi investor. Tak hanya di dalam negeri, industri investasi properti dunia yang bisa dibilang masih merekah karena memang jenis aset tersebut tak pernah sepi peminat.

Berbicara soal investasi properti, apakah kamu pernah mendengar istilah yang disebut housing bubble? Secara umum, housing bubble merupakan fenomena di mana harga properti mengalami pembengkakan alias kenaikan dengan cukup signifikan. Penyebabnya bisa sangat beragam dan perlu diketahui oleh para investor aset tersebut agar bisa mengambil keputusan dan langkah yang tepat. 

Untuk itu, memahami tentang apa itu housing bubble wajib bagi para pemain di industri tersebut, termasuk investor dan calon pembeli properti. Nah, jika kamu ingin tahu selengkapnya, simak panduan tentang housing bubble dan segala hal penting seputarnya berikut ini. 

 

Pengertian Housing Bubble

housing bubble

Housing bubble, bisa juga disebut real estate bubble atau bubble properti, merupakan kenaikan harga perumahan yang disebabkan oleh beberapa faktor. Beberapa hal umum yang memicu terjadinya fenomena ini adalah tingkat permintaan yang tinggi, spekulasi, dan pendanaan yang merekah pada sektor properti. 

Kondisi housing bubble umumnya diawali dengan kenaikan tingkat permintaan properti di tengah jumlah penawaran atau suplai yang terbatas. Kemudian, spekulator melihat hal tersebut sebagai kesempatan untuk menanam modal dan berinvestasi di sektor properti. Ketika tingkat permintaan menurun atau stagnan padahal jumlah penawaran terus meningkat, harga properti akan melandai dan terus melemah dan memicu fenomena lanjutan yang disebut bubble burst. 

Pada umumnya, housing bubble adalah fenomena yang berlangsung selama kurun waktu tertentu dan bersifat sementara di mana harga properti terus meningkat dan muncul spekulasi positif terhadap tren kenaikan harga rumah. Beberapa negara pernah mengalami fenomena ini dan memberi dampak yang signifikan terhadap kondisi ekonomi. 

Salah satunya adalah Amerika Serikat yang mengalami situasi housing bubble cukup besar di tahun 2000an lalu yang dipicu karena arus uang pada pasar properti dan longgarnya syarat kredit. Fenomena serupa juga pernah terjadi di Indonesia yang tentunya mengharuskan pemerintah untuk memberlakukan kebijakan yang tepat guna membendung pembengkakan harga properti. 

Faktor Penyebab Housing Bubble

Fenomena housing bubble bisa terjadi karena beberapa hal yang mungkin tidak wajar, seperti manipulasi tingkat permintaan, spekulasi, dan tingkat investasi yang terlampau tinggi. Bahkan, likuiditas berlebih, regulasi pasar pembiayaan real estate, hingga kondisi ekstrim pada produk derivatif berbasis mortgage juga bisa menyebabkan housing bubble. 

Perlu dipahami jika pasar properti terbilang cukup rentan mengalami fenomena bubble atau gelembung harga dibanding pasar keuangan lain. Penyebabnya tidak lain karena transaksi besar dan nominal pengeluaran pada pasar properti dan dihubungkan dengan kepemilikan hunian. 

Akan tetapi, peningkatan suplai kredit yang terlalu cepat mampu memicu munculnya tingkat bunga yang rendah dan melonggarkan standar penjaminan atau underwriting. Ketika hal tersebut terjadi, peminjam lebih mungkin muncul pada pasar properti. Untuk menyiasatinya, meningkatkan suku bunga dan mengetatkan syarat kredit properti bisa menjadi solusi menurunkan tingkat permintaan dan membuat housing bubble pecah atau bubble burst agar harganya kembali normal. 

Efek dari Fenomena Housing Bubble

Efek dari Fenomena Housing Bubble

Terjadinya housing bubble tentu memberi efek, tidak hanya masyarakat yang ingin membeli rumah, tapi juga kondisi ekonomi secara umum. Situasi tersebut mampu memaksa pemilik rumah untuk mencari cara agar bisa melunasi cicilan kredit propertinya melalui sejumlah program, atau bahkan mencairkan rekening pensiunnya.

Fenomena ini juga bisa secara signifikan memangkas ekuitas rumah dan pemilik properti seringkali menganggap tagihan kreditnya lebih berharga. Pun demikian, ketika pemilik hunian tidak mampu menjangkau cicilan kredit rumahnya, mereka mau tidak mau harus mengajukan keringanan pinjaman dengan memperpanjang tenor atau semacamnya.

Dalam kondisi ekstrem ketika cicilan rumah dianggap terlalu berat, pemiliknya bahkan harus menjualnya dan mengalihkan tanggungan tersebut ke pihak lain. Risiko default ini memang tidak jarang terjadi sebagai efek housing bubble karena denda terlambat membayar cicilan bulanan bisa melonjakkan tanggungan keuangan lebih berat lagi. 

Contoh Fenomena Housing Bubble

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, fenomena housing bubble pernah terjadi di Amerika Serikat. Tepatnya di tahun 2008. housing bubble terjadi di Amerika Serikat karena krisis keuangan di sana. Pada periode tersebut, investor memindahkan aset investasinya dari saham perusahaan startup teknologi ke real estate. 

Menanggapi hal tersebut, pemerintah setempat memutuskan untuk memangkas bunga sebagai upaya menangkal resesi yang diikuti oleh kacaunya industri teknologi. Alhasil, pemilikan properti meningkat dan inovasi di pasar ekonomi mampu mendorong likuiditas di aset perumahan. 

Harga properti pun melonjak tinggi sementara tingkat bunga semakin rendah. Pada waktu itu, diperkirakan 20 persen mortgage atau hipotek tahun 2005 dan 2006 telah dibeli oleh subprime borrowers, yaitu sebutan pada pembeli yang sebenarnya tak mampu memenuhi ketentuan kredit rumah kala itu. Kredit yang diajukan oleh pembeli ini pun adalah kredit dengan bunga yang bisa disesuaikan, yang memiliki suku bunga awal rendah dan dijadwalkan akan diatur ulang setiap 2 atau 3 tahun. 

Kebijakan pemerintah yang mendorong kepemilikan rumah tersebut membuat perbankan harus menurunkan tingkat bunga dan syarat kreditnya. Hal tersebut memicu lonjakan pembelian rumah dan membuat median harga rumah meningkat hingga 55 persen dari tahun 2000 sampai 2007. 

Lalu, di tahun 2007 tingkat bunga hipotek mengalami pengaturan ulang di suku bunga lebih tinggi sebagai tanda geliat ekonomi sedang melambat. Alhasil, harga properti menurun sebesar 19 persen di tahun 2007 hingga 2009, dan memicu penjualan aset tersebut secara masif pada sekuritas jaminan hipotik. 

Housing Bubble Beri Banyak Pengaruh ke Kondisi Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat

Sebagai kondisi di mana harga properti mengalami kenaikan secara signifikan, housing bubble merupakan fenomena yang sangat penting untuk dipahami. Pasalnya, kondisi tersebut memiliki pengaruh krusial terhadap kondisi ekonomi secara umum dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga, peran pemerintah untuk menerbitkan kebijakan secara tepat sangat penting agar efek dari fenomena tersebut bisa diantisipasi. 

 

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Cermati.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Cermati.com.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement